KAMPAR — Menanggapi temuan janin dalam perut hewan kurban yang telah disembelih di wilayah Kabupaten Kampar, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Kampar, Ustaz Mawardi Saleh, memberikan penjelasan hukum fikih terkait kondisi tersebut.
Menurut Ustaz Mawardi, dalam Mazhab Syafi’i, mayoritas ulama menyatakan bahwa hewan ternak yang sedang bunting tidak sah dijadikan hewan kurban. “Ada sebagian pendapat dalam Mazhab Syafi’i yang menyatakan sah namun makruh, dan sebagian lainnya menyatakan tidak sah,” ujarnya.
Namun demikian, ia menambahkan bahwa mayoritas (jumhur) ulama dari tiga mazhab besar lainnya—Mazhab Hanafi, Maliki, dan Hanbali—berpendapat bahwa kurban dengan hewan betina yang sedang bunting tetap sah.
“Kalau ditemukan janin setelah hewan kurban disembelih, bisa berpindah ke pendapat jumhur agar pelaksanaan kurbannya tetap sah,” kata Ustaz Mawardi, Rabu (11/6/2025).
Ia menegaskan, penggunaan hewan betina sebagai hewan kurban tidak menjadi persoalan dalam ijmak (kesepakatan) ulama. Perbedaan pendapat baru muncul ketika hewan tersebut sedang mengandung atau bunting.
Jika janin dalam perut induk masih hidup saat ditemukan, maka ia harus disembelih dan dagingnya dianggap sebagai bagian dari kurban. “Namun jika janin ditemukan dalam kondisi sudah mati setelah induk disembelih, maka hukumnya halal dan tetap menjadi bagian dari kurban,” ujar Ustaz Mawardi.
Ia mengakhiri penjelasannya dengan menekankan pentingnya memahami perbedaan pendapat ulama dalam pelaksanaan ibadah kurban, agar umat tidak bingung saat menghadapi situasi serupa.
(Dir)
#hewan kurban #MUI kampar #Janin